Di temani film Scooby doo kesayanganku. Aku tertawa terbahak-bahak sendiri. Tak kenal dalam keadaan apa hari itu. Volume aku perjelas hingga mencapai angka 21. Gebrak gebruk cakakak cakikik jelas terdengar dari speaker tv yang jumbo. Di tambah suaraku yang menggebyar kemana-mana. Membuat kak tiara bising dan keluar dari kamarnya.
Wajahnya terlihat emosi. Mengambil remote tv lalu mengecilkan volume hingga tak jelas dialog apa yang sedang berlangsung di film. “bisa gak, nonton gak usah pakai volume tinggi. Kakak lagi belajar. Sana kamu belajar !!!” suara kak tiara melekik di telingaku.
“nanti.., terus ngapain kakak ganggu aku ?” ku ikuti ketegasan kak tiara walau dalam hati aku meragukan ketegasanku sendiri. Aku takut melihat wajah kak tiara yang seram bukan main. Sekalipun aku turuti ucapannya ia tak akan memperdulikan diriku. Fikirku lebih baik ku bantah saja.
“kamu yang ganggu kakak. Sana belajar. Udah gak usah nonton tv lagi. Sana masuk kamar !!” emosi kak tiara melunjak-lunjak. Itulah sifat dia. Tidak bisa mengkontrol emosi. Ia matikan tv menghentikan jam film kesayanganku dan tidak lupa melepas kabel-kabel tv yang tak tau menau diriku untuk menyatukannya kembali. Aku hanya bisa diam dan pergi ke kamar.
Jungkir sana sini yang ku lakukan. Tak ada hal lain. Kalaupun waktu aku luangkan untuk belajar. Aku tak mampu mengerti, tak ada yang membimbing. Sering kali belajar malam hanya di temani Tania. Entah ia makhluk seperti apa. Aku hanya bisa melihatnya seperti awan putih yang bisa berubah-ubah bentuk. Terkadang ia berbentuk manusia tanpa jelas wajahnya, dan kadang ia mampu membentuk apa saja yang ia inginkan. Belum lama aku mengenalnya. Terhitung 3 bulan saat aku tinggal di kamar ini setelah pindah dari rumah lama.
“CkkRRIIKK” seseorang membuka pintu kamarku. Sekejap aku menutup sekujur tubuhku dengan selimut bermotif Scooby doo. Tegang hatiku, gemetar tubuhku. Bayangku sudah mengarah pada megatron. Transformers jahat yang suka menghancurkan dunia. Transformers salah satu film kesayanganku. Imajinasiku jelas terkuang dalam kamar.
Ku intip dengan satu mata. Terlihat kak tiara yang memasukkan kepalanya melihat keadaan kamar yang bising terdengar 5 menit lalu. Ia hanya melenggak lenggokkan kepala. Terlalu lelah belajar, emosi atau hanya imajinasi. Yang pasti semua keadaan tenang dan sunyi. Aku tertidur di lihatnya.
1 bulan ini kak tiara mulai mencurigai diriku. Kalanya ia sering mendengarkan kegaduhan dari kamarku setiap pukul 21.00 malam. Namun tak pernah ia dapat jawaban pasti. Keadaan sunyi ketika ia memeriksa kamarku.
Tak ada sahabat yang paling baik selain Tania dan amigos (nama transformerku). Hanya dia yang bisa mengerti diriku. Memahami dan merasakan bahwa aku membutuhkan kasih sayang. Seluruh waktuku habis hanya bersama Tania dan amigos.
Kurasa hari ini adalah hari terakhir UAS. Girangku bukan kepalang menanti janji ayah dan ibu yang akan mengajak kami semua ke puncak. Persiapan sudah aku lakukan dengan perfect. Hanya 1 koper kecil dengan tas panggul yang berisi kamera dan beberapa mainanku.
“aku mau duduk di tengah” girangku memilih tempat duduk di mobil silver ayah.
“tidak. Kamu di belakang. Kakak sama kak alesia di tengah. Sana !!” kak tiara mendorong diriku. Cemberut langsung diriku. Kenapa harus demikian. Aku ingin merasakan duduk di tengah-tengah kalian. bukan bersama tumpukan barang yang meninggi dan enggap di rasa.
Perjalanan yang berliku dan sedikit bergelombang membuat barang-barang bawaan bergoyang dan berpindah-pindah tempat. Aku buat rusuh bangku belakang agar di persilahkan duduk di tengah. Namun, tak ada respon dari mereka. Mereka asik mengerjakan aktifitasnya masing-masing. Tanpa kurasa setetes air mataku jatuh di bangku mobil. Aku basuh dengan kedua tanganku. Tak ingin di cap manja oleh kedua kakakku. Ku tegarkan hatiku. Menganggap akan datangnya hadiah dari ayah dan ibu karena diriku sudah tidak menjadi anak yang manja. Dan ku fikirkan jika 4 hari lagi adalah ultahku.
“yeahh.. sampai juga” ucap kak tiara girang. Ia buka pintu mobil dan menghirup udara puncak siang itu. Ayah, ibu dan kak alesia ikut keluar. Menikmati suasana puncak yang menakjubkan.
“ibu, ayah, kakak aku mau keluar. Tolong bukakan pintu” teriakku. Pintu terlebih dahulu menutup dan membuat suaraku bising hanya di dalam mobil. Terpaksa aku lewat bangku tengah dan keluar dari mobil.
Baru saja aku keluar menghirup dan menikmati puncak. Ayah, ibu dan kedua kakakku masuk ke dalam mobil untuk melanjutkan perjalanan ke vila. “jangan masuk dulu. Aku baru keluar. Tunggu sebentar” pintaku dalam waktu mereka.
“sudahlah, nanti sampai vila kan bisa. Masuk sana. Kalau tidak mama tinggal” ucap mama tak membela diriku.
Aku taikkan kaki setelah kak alesia masuk ke dalam mobil. “awass.. kakak dulu. Sana kamu di belakang!!” dan lagi kak tiara mendorong diriku hingga membentur mobil.
“awass.. mobil ayah baru di servise. Nanti rusak” teriak ibu marah.
“kak, aku gak bisa masuk ke belakang. Aku duduk di sini y” pintaku melihat jalan menuju bangku belakang tertutup akan barang-barang yang terluncur menutupi tempat dudukku sebelumnya.
“hahh.., lagian ngapain sih ikutan keluar. Bikin ribet. Aja. Masuk buruan” tegas kak tiara dengan wajah judes. Senangnya hatiku duduk di samping kak tiara. Ini yang ingin ku rasakan dalam perjalanan. Gerah terasa dalam mobil. AC ayah matikan. Ku buka jendela mobil. Ku nikmati sejuknya udara puncak. “hahh.., sejuknya udara ini. Pasti udara di surga seperti ini” nikmatku dalam hati. Tanganku merasakan kesejukan itu. “crreekkk”..
“AAA.AAA…” teriakku. Tanganku tercepit jendela mobil. Kak tiara menutup kasar jendela tanpa melihat tanganku tepat di atasnya. Darah mengalir dari tanganku. Namun kak tiara hanya terdiam. Ibu marah padaku karena kebisingan akan teriakkanku. Aku hapus darah itu dengan tisu yang di berikan kak alesia. Ku obati sendiri walau tanpa obat merah. Ku balut tanganku sendiri dengan tisu yang mungkin tak higienis.
Ayah menghentikan mobil tepat di depan pintu vila. Vila yang sederhana namun enak di tempati. Memilih dan memilah kamar. Ada 3 kamar di vila ini. 2 sudah habis di ambil kak tiara dan alesia. Tinggal satu yang kemungkinan adalah kamar ayah dan ibu. Fikiranku bakal tidur dengan mereka berdua. Tapi…, aku di tempatkan di kamar yang sedikit berdebu. Seakan tak pernah ada yang menempati. Kalanya ku tanyakan kamar siapa di sana. Pak muhis tukang kebun menjawab. Itu kamar yang sudah lama tak terpakai. Dan akan di jadikan gudang. Kamar yang hanya berukuran 2x3 m sebagian sudah terpenuhi dengan barang-barang tak penting. Akan menjadi kamar tidurku. Sedih hatiku namun ku ajak tersenyum. Lebih baik di sini dari pada tidak memiliki kamar.
Kurapihkan dan tata satu persatu. Di bantu bi indah mengelap, sapu dan pel kamar sementaraku. 1 jam merapihkan kamar yang kecil itu. Ku langkahkan kaki mencari keluargaku. Perlahan ku panggil nama mereka satu persatu, sesekali melenggak lenggokkan kepala. Mengintip setiap ruangan. Sambil membawa transformer kesayanganku. Ku tanyakan itu pada pak muhis. Ternyata keluargaku pergi kebun puncak yang di penuhi dengan strawberi yang matang.
Download Sayang Terakhir Full Disini
Download Sayang Terakhir Full Disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar